Lidah para pendengki

Para pengdengki selalu tidak merasa puas dan bahagia manakala orang lain mendapatkan kenikmatan dan keberuntungan, sebaliknya mereka malah senang bila orang lain mendapatkan celaka atau kerugian. Inilah sifat khas yang dimiliki setiap pendengki
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)


Dalam ayat lain Allah berfirman:

“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)

Kepada ummat Islam yang masih memelihara sifat dengki, dan menggunakan gunjingan sebagai sarana pengungkapan kebenciannya, Allah swt telah membuatkan pemisalan yang sangat tepat dalam firman-Nya:”Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (Al-Hujuraat: 12)

Tapi sebagian besar para pendengki tidak menyadari hal ini, mereka bahkan menjadikan gunjingan dan fitnah sebagai hobi dan pemuas hati. Mereka baru mau berhenti melakukan kekejian tersebut jika korbannya sudah berjatuhan. Mereka puas jika orang lain sakit, celaka atau merugi.

Dari sedikit penjelasan ini kita dapat mengetahui bahwa dengki merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri. Betapa banyak energi yang mereka gunakan secara sia-sia hanya untuk menyakiti, menggunjing, dan menfitnah orang lain. Betapa banyak energi jiwa yang dihabiskan hanya untuk marah, benci, dan tidak puas ketika menyaksikan orang lain mendapatkan keberuntungan. Betapa banyak kesia-siaan yang harus dilakukan hanya untuk sebuah kedengkian.

Ketika tetangganya membeli mobil baru, ia bukannya bersyukur dan ikut berbahagia. Yang diperlihatkan justru sikap-sikap negatif, seperti: membenci, marah, dan perasaan tidak senang. Perasaan itu kadang diungkapkan melalui kata-kata kasar atau sindiran yang menyakiti perasaan.

Bayangkan, berapa banyak dosa yang mesti ditanggung para pengdengki. Ketika ia mendengki, ia telah menanggung dosa. Ketika ia meluapkan perasaannya dalam bentuk ucapan atau isyarat tubuh, ia mendapat tambahan dosa. Ketika ia melakukan fitnah dan menggunjingkan orang lain, bertambah lagi dosanya. Apalagi jika berlanjut hingga sampai pada tindakan negatif, berupa permusuhan. Inilah dosa yang berlipat ganda.

Mengingat bahayanya para pendengki itu, Allah mengajarkan kepada kaum Muslimin untuk melazimkan membaca surat Al-Falaq, khususnya pada saat-saat menjelang tidur atau menjelang malam. Pada surat itu ummat Islam bermohon kepada Allah agar dilindungi dari tindakan negatif musuh-musuhnya, yang salah satunya adalah para penghasud.

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluq-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki. (Al-Falaq: 1 5)

Ayat ini secara gamblang menunjukkan bahwa para pendengki itu tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga membahayakan orang lain. Bahkan bahayanya setingkat dengan bahaya yang ditimbulkan oleh para tukang sihir, juga bahaya yang ditimbulkan orang-orang yang berbuat jahat di malam hari.